Pertemuan mediasi kedua diliput oleh Harian Borneo News, 22 Maret 2016.
Ada beberapa catatan dari kami, yang sudah kami sampaikan juga ke pihak redaksi.
Judul "Karyawan PT BPM Ancam Bekukan Aset Jika Gaji 6 Bulan Tidak Dibayar" kurang tepat, karena pembekuan aset bukan ancaman dari karyawan. Tapi itu konsekuensi yang telah disepakati peserta yang hadir, dan pembekuan/sita aset akan dilakukan oleh pemerintah daerah selanjutnya untuk menyelesaikan hak karyawan yang belum dibayar.
Selain itu, jika perusahaan tidak membayarkan tunggakan gaji sampai batas waktu, karyawan mendesak pemda setempat mengambil alih aset untuk menyelesaikan tunggakan gaji karyawan. Yang akan menjualkan adalah dari pihak Pemda, bukan karyawan. Aset disita oleh Pemda untuk dibayarkan kepada karyawan.
Berikut ini berita selengkapnya:
Karyawan PT BPM Ancam Bekukan Aset Jika Gaji 6 Bulan Tidak Dibayar
BORNEONEWS, Barito Selatan - Karyawan mengancam akan membekukan aset perusahaan batubara PT Bara Prima Mandiri (PT BPM), apabila perusahaan tidak membayarkan gaji selama enam bulan.
“Paling lambat tanggal 30 Maret 2016, perusahaan harus bayar gaji kami selama enam bulan. Jika sampai batas waktu masih belum dibayarkan, maka dengan terpaksa kami menjual aset perusahaan,” tandas Heriko Priono, perwakilan karyawan dalam mediasi yang dihadiri direksi dan komisaris PT BPM di aula Dinsosnakertrans, Senin (22/3/2016) sore.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga menuntut hak pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku.
Hasil kesepakatan dalam mediasi tersebut, apabila sampai batas waktu yang ditentukan perusahaan tidak memenuhinya, maka semua aset perusahaan di Site Patas akan dibekukan dan akan diambil alih oleh pemerintah daerah.
“Kesepakatan itu, sudah dituangkan dalam berita acara dan telah ditandatangani oleh karyawan, direksi dan komisaris serta diketahui oleh Dinsosnakertrans,” bebernya.
Di tempat yang sama, Direksi PT BPM Yudha Tresno didampingi komisaris Suwarno, mengaku prihatin atas persoalan pekerja yang belum mendapatkan gajinya selama enam bulan.
“Kita telah mendesak direksi dan pemegang saham lainnya untuk menjual aset perusahaan untuk membayarkan hak pekerja. Hal itu kita sampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), namun selalu tidak mendapatkan respon,” bebernya.
Dalam dua kali RUPS, lanjut dia, yang datang cuma mereka berdua. Sementara pemegang saham lainnya, termasuk SKP dari India sebagai pemegang saham mayoritas, tidak datang.
Ia menambahkan, seharusnya datang dalam mediasi ini adalah direktur utama dan direktur operasional yang bertanggungjawab atas operasional serta pendanaan perusahaan. Lantaran mereka tidak datang, pihaknya sebagai direksi dan komisaris pasif terpaksa datang memenuhi panggilan Dinsosnakertrans karena merasa memiliki tanggungjawab moral.
Mereka berjanji, menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada direksi dan pemegang saham yang lain di Jakarta. (URIUTU DJAPER/m)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar