Dimuat di kanal Tribunners TribunNews.com
TRIBUNNERS - Sebanyak 32 pekerja PT Bara Prima Mandiri (PT BPM) di site Patas Barito Selatan (Barsel) masih perlu bersabar. Pasalnya tuntutan pekerja atas gaji mereka yang yang belum dibayarkan oleh perusahaan hingga memasuki bulan keenam per Maret 2016 ini masih belum menemukan titik terang.
Panggilan kedua dari Pengawas Ketenagakerjaan Dinsosnakertrans di Buntok masih belum ditanggapi oleh pihak manajemen perusahaan batubara berstatus PMA dengan investor utama dari India tersebut. Padahal langkah ini diambil setelah sebelumnya mediasi yang berlangsung selama dua bulan lebih dari Desember 2015 sampai Februari 2016 menemui jalan buntu.
Sejumlah anggota DPRD setempat telah menghimbau melalui media agar manajemen PT BPM segera memenuhi kewajibannya. Bahkan Bupati HM Farid Yusran di sela-sela kunjungannya ke Desa Patas minggu lalu (10/3/2016) kepada perwakilan pekerja PT BPM mengaku telah menerima laporan mengenai permasalahan tersebut. Orang nomor satu di Barsel itu menyatakan akan turun tangan sendiri apabila sampai panggilan ketiga dari Dinsosnakertrans masih tidak digubris manajemen.
Mengapa manajemen PT BPM tidak kunjung merespon tuntutan pekerja dan malahan terkesan menyepelekan pemeritah daerah setempat?
Dalam tanggapan direktur perusahaan melalui surat kepada Dinsosnakertrans disampaikan bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah pendanaan yang akut dan untuk mencari jalan keluarnya akan diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sayangnya hingga dua kali RUPS belum ada keputusan diambil.
Keputusan tidak bisa diambil karena RUPS tidak dihadiri oleh minimal kuorum.
Jika RUPS itu penting, mengapa ada pemegang saham yang tidak hadir, dan itu terulang sampai dua kali?
Sengketa Para Pemegang Saham
Dari informasi yang diperoleh, perselisihan tengah berlansung diantara para pemegang saham. Salah satu pemegang saham dari lokal dikabarkan telah melayangkan gugatan kepada pemegang saham lain dan dewan direksi melalui meja hijau. Bahkan salah satu pihak mengklaim telah memenangkan gugatan.
Sampai beredar kabar di kantor site bahwa batubara yang ada di Stokcpile Intermediate dan di tambang adalah miliknya.
Terang saja isu tersebut dapat memprovokasi para pekerja di lapangan. Sementara pekerja saat ini sedang resah menghadapi ketidakpastian kapan gajinya akan dibayar, tapi justru kabar yang didapatkan adalah bahwa pimpinan mereka di atas sedang bersengketa.
Untung saja para pekerja tidak terprovokasi. Menanggapi isu tersebut mereka menyatakan tidak ikut campur permasalahan para pimpinan perusahaan.
Termasuk sengketa diantara para pemilik saham, apakah itu pemegang saham dari India atau Indonesia.
Alasannya, pekerja cuma tahu bahwa mereka bekerja untuk perusahaan PT BPM bukan kepada perorangan. Jadi siapapun direksi dan semua pemilik saham bertanggungjawab untuk membayarkan hak karyawan yang belum dipenuhi oleh perusahaan.
Gaji TKA Belum Dibayar
Melihat perselihan yang pelik itu, nasib pekerja masih akan terus terkatung-katung lebih lama lagi. Termasuk nasib Tenaga Kerja Asing (TKA) yang juga sama-sama belum menerima gajinya.
Satu per satu TKA telah dipulangkan ke negara asalnya India sejak pertengahan tahun 2015.
Saat ini hanya tersisa satu orang TKA yang masih bertahan di site.
TKA tersebut tinggal bersama seorang staf lokal di mess perusahaan. Keduanya sebagai perwakilan manajemen perusahaan di site.
Selain karyawan, hampir setiap hari mereka didatangi oleh para kreditur yang belum dibayar oleh perusahaan.
Diantara kreditur itu telah bersiap menyita sejumlah aset perusahaan untuk dijadikan sebagai jaminan.
Sementara itu sebagai perwakilan manajemen perusahaan di site, mereka tidak bisa mengambil tindakan tanpa adanya keputusan dari direksi perusahaan yang ada di Jakarta.
Di sisi lain, sebagai pekerja mereka juga sama seperti pekerja lain belum mendapatkan gajinya. Posisi keduanya bak buah simalakama.
Jika ketidakpastian itu terus berlanjut, dikhawatirkan akan dapat menimbulkan dampak negatif lain yang lebih luas. Misalnya, gesekan antara pekerja yang ingin agar aset perusahaan tetap di tempat dan kreditur yang ingin mengambil alat sebagai jaminan hutang perusahaan kepada mereka.
Bukan hanya kreditur saja yang butuh jaminan. Lebih-lebih pekerja juga butuh jaminan aset sebagai jalan darimana mereka bisa mendapatkan uang apabila permasalahan nantinya diambil alih oleh pemerintah daerah, misalnya melalui jalan lelang aset.
Mengapa pekerja sampai berpikiran sejauh itu? Jawabannya, sudah bulan keenam pekerja belum mendapatkan gajinya, kurang sabar apalagi!
Belum lagi isu perselisihan antar pemegang saham yang sudah menjadi konsumsi pekerja di site dan bahkan menjadi buah bibir orang-orang kampung di sekitar perusahaan.
Oleh karena itulah, diharapkan pimpinan pemerintah daerah setempat dapat segera turun tangan dengan memanggil pimpinan perusahaan dan jika perlu sekaligus para pemegang saham.
Jika panggilan dan teguran dari Disnaker masih tidak dihiraukan, apakah panggilan dari Bupati selaku pimpinan daerah masih akan tidak digubris?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar